News  

China Hadapi Kelebihan Pasokan Properti

Populasi China yang mencapai 1,4 miliar diperkirakan masih berlebih untuk mengisi semua apartemen kosong yang berserakan di seluruh negeri, kata seorang mantan pejabat pada Sabtu (23/9). Hal tersebut merupakan sebuah kritik publik yang jarang terjadi terhadap pasar properti yang dilanda krisis di negara tersebut.

Sektor properti China, yang pernah menjadi pilar perekonomian, anjlok sejak 2021 ketika raksasa real estate China Evergrande Group gagal membayar kewajiban utangnya menyusul pembatasan pinjaman baru.

Pengembang ternama seperti Country Garden Holdings terus terhuyung-huyung mendekati kondisi gagal bayar, bahkan sampai hari ini, sehingga membuat sentimen pembeli rumah tetap tertekan.

Pada akhir Agustus, total luas lantai rumah yang tidak terjual mencapai 648 juta meter persegi, menurut data terbaru dari Biro Statistik Nasional (NBS).

Jumlah tersebut setara dengan 7,2 juta rumah, menurut perhitungan Reuters, berdasarkan rata-rata ukuran rumah sebesar 90 meter persegi.

Angka tersebut belum termasuk sejumlah proyek perumahan yang telah terjual tetapi mangkrak karena masalah finansial, atau beberapa rumah yang dibeli oleh spekulan pada saat harga rumah naik pada 2016 yang masih kosong.

“Berapa banyak rumah kosong yang ada saat ini? Masing-masing ahli memberikan angka yang berbeda-beda, dan yang paling ekstrem percaya bahwa jumlah rumah kosong saat ini cukup untuk 3 miliar orang,” kata He Keng, 81, mantan wakil kepala biro statistik.

“Perkiraan itu mungkin agak berlebihan, tetapi 1,4 miliar orang mungkin tidak cukup untuk mengisi seluruhnya (properti),” katanya di sebuah forum di Kota Dongguan, China selatan, menurut sebuah video yang dirilis oleh media resmi China News Service.

Pandangan negatifnya terhadap sektor yang penting secara ekonomi di forum publik sangat kontras dengan narasi resmi yang mengatakan bahwa perekonomian China memiliki ketahanan yang baik.

“Segala macam komentar yang meramalkan keruntuhan perekonomian China terus muncul sesekali, tetapi yang runtuh adalah retorika, bukan perekonomian China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri pada konferensi pers baru-baru ini. [ah/ft]

Sumber: www.voaindonesia.com