News  

OECD Terbitkan Rancangan Perjanjian Distribusi Pendapatan Pajak Lebih Adil

Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada hari Rabu (11/10) menerbitkan sebuah rancangan perjanjian yang bertujuan untuk mengatur distribusi pendapatan pajak yang lebih adil atas keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan multinasional besar.

Perusahaan multinasional, khususnya perusahaan teknologi, saat ini dapat dengan mudah mengalihkan keuntungannya ke negara-negara dengan tarif pajak rendah meskipun mereka hanya melakukan sebagian kecil aktivitasnya di sana.
OECD mengatakan pada bulan Juli bahwa hampir 140 negara telah mengambil langkah pertama untuk mencapai kesepakatan mengenai rancangan pertama perjanjian tersebut.

Rancangan perjanjian tersebut diterbitkan pada hari Rabu, meskipun OECD mengatakan bahwa rancangan tersebut belum terbuka untuk ditandatangani karena adanya kekhawatiran dari sejumlah negara, termasuk India, Brazil dan Kolombia.

Manal Corwin, direktur pusat kebijakan dan administrasi perpajakan OECD mengatakan ada “konsensus yang sangat luas mengenai sebagian besar rancangan naskah perjanjian tersebut di antara 140 negara bagian yang terlibat”.
Targetnya tetap bisa ditandatangani akhir tahun ini, ujarnya.

Jika perjanjian tersebut tidak diberlakukan, Corwin memperingatkan bahwa ada risiko pajak nasional yang sepihak terhadap layanan digital, yang dapat “mengancam stabilitas sistem internasional”.

Berdasarkan perjanjian tersebut, perusahaan multinasional besar harus membayar sejumlah pajak atas keuntungan di negara tempat klien mereka berada – terlepas dari negara tempat mereka berada.

Kebijakan ini hanya akan berlaku bagi perusahaan-perusahaan terbesar dengan omzet global lebih dari 20 miliar euro ($21 miliar), dan akan berdampak pada sekitar 100 perusahaan secara keseluruhan.

FILE – Kantor pusat Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di Paris, Prancis, 7 Juni 2017. (AP/Francois Mori)

Jika perjanjian tersebut diadopsi, pajak tambahan akan didistribusikan secara proporsional antara negara-negara di mana perusahaan tersebut menghasilkan omzet setidaknya satu juta euro.

Secara total, sekitar $200 miliar harus didistribusikan kembali setiap tahun, menurut OECD, dengan tambahan pendapatan pajak yang dihasilkan antara $17 miliar dan $32 miliar.

Pada tahun 2021, dalam pembicaraan yang dipimpin oleh OECD, kesepakatan dicapai mengenai tarif pajak minimum sebesar 15 persen pada perusahaan multinasional. Pembicaraan itu juga menyepakati pengembangan peraturan mengenai cara mengenakan pajak pada perusahaan multinasional sehingga negara tidak mengalami kerugian akibat pengalihan keuntungan.

Namun perundingan untuk mewujudkan formula perpajakan terhadap perusahaan multinasional itu berjalan lambat.

Rancangan perjanjian tersebut masih harus ditandatangani oleh masing-masing negara, dan kemudian diratifikasi di parlemen nasional mereka. Agar dapat diberlakukan, perjanjian ini harus diadopsi oleh setidaknya 30 negara dimana setidaknya 60 persen perusahaan multinasional berada. Hampir separuh perusahaan tersebut berbasis di Amerika Serikat.

Namun, Presiden Joe Biden saat ini tidak memiliki mayoritas yang cukup besar di Kongres untuk meratifikasi perjanjian tersebut, sehingga menimbulkan ketidakpastian besar mengenai masa depan perjanjian tersebut. Berbasis di Paris, Prancis, OECD adalah organisasi internasional beranggotakan 38 negara yang berfokus pada kebijakan. [ab/uh]

Sumber: www.voaindonesia.com