News  

Produsen Mobil Listrik Vietnam akan Investasi di Indonesia

Di sela-sela kunjungan kerjanya ke Vietnam, Presiden Joko Widodo mengunjungi langsung pabrik mobil listrik VinFast. Ia mengatakan produsen kendaraan listrik itu, akan berinvestasi di Indonesia. Namun, Jokowi tidak membeberkan secara rinci bentuk investasi seperti apa yang akan dilakukan oleh VinFast.

“Saya juga mencatat investasi Vinfast di Indonesia senilai $1,2 miliar dalam industri mobil listrik dengan target nanti di tahun 2026 sudah berproduksi. Saya berharap Vinfast juga dapat berkolaborasi dengan pengusaha dan peneliti di Indonesia,” ungkap Jokowi di Kantor VinFast di Kota Hai Phong, Vietnam, Sabtu (13/1).

Jokowi menjelaskan VinFast merupakan salah satu perusahaan otomotif yang berkembang pesat saat ini di negaranya. Ia pun berharap kehadiran VinFast di Indonesia akan membuat ekosistem kendaraan listrik Tanah Air bisa berkembang dengan lebih baik.

“Sehingga kita harapkan–apa yang sering saya sampaikan–ekosistem besarnya ini akan segera terbangun, dan chairman dari VinFast menyampaikan akan segera memulai konstruksinya secepatnya,” jelasnya.

Jokowi meninjau berbagai jenis mobil listrik yang di hasılkan oleh produsen mobil listrik asal Vietnam, VinFast di Pabrik nya di Kota Hai Phong, Vietnam. (Foto: Courtesy/Biro Pers)

Pakar: Jangan Sampai Indonesia Hanya Jadi “Pasar” Kendaraan Listrik

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan ada beberapa hal krusial yang harus diperbaiki oleh pemerintah apabila ingin ekosistem kendaraan listrik berkembang di Indonesia.

Pertama, memperbaiki kebijakan hilirisasi nikel — salah satu bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Indonesia, menurutnya, hanya menikmati sekitar 30 persen dari peningkatan nilai tambah ini, sementara selebihnya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing, umumnya asal China.

“Karena yang mendominasi smelter itu adalah perusahaan-perusahaan China. Akibatnya, ekosistemnya tidak terbentuk. Karena apa? Karena hanya turunan pertama, atau paling maksimal turunan kedua lalu kemudian di ekspornya ke China juga dengan harga yang relatif lebih murah. Dominasi China inilah yang menyebabkan Tesla tidak jadi investasi di Indonesia,” ungkap Fahmy.

Padahal, menurut Fahmy, seharusnya hilirisasi nikel tersebut bisa danhingga baterai listrik.

Keadaan ini, katanya, diperparah dengan Penerbitan Perpres Nomor 79 Tahun 2023 sebagai revisi dari Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Perpres tersebut, menurutnya, memundurkan target penerapan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar 40 persen dari tahun 2024 ke 2026.

Perpres itu juga, kata Fahmy, memberi insentif berupa pembebasan bea masuk atas impor kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU).

Dengan berbagai kebijakan tersebut, kata Fahmy, Jokowi mengingkari komitmennya sendiri untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di tanah air.

Jokowi meninjau berbagai jenis mobil listrik yang di hasılkan oleh produsen mobil listrik asal Vietnam, VinFast di Pabrik nya di Kota Hai Phong, Vietnam. (Foto: Courtesy/Biro Pers)

Jokowi meninjau berbagai jenis mobil listrik yang di hasılkan oleh produsen mobil listrik asal Vietnam, VinFast di Pabrik nya di Kota Hai Phong, Vietnam. (Foto: Courtesy/Biro Pers)

“Ini membahayakan karena Indonesia akan menjadi pasar yang cukup besar tanpa bisa memproduksi sendiri. Ini seperti yang terjadi pada mobil konvensional yang sampai sekarang didominasi perusahaan Jepang, Korea, China. Ini saya kira kebijakannya tidak sesuai dengan kebijakan pembentukan ekosistem dan menjadikan Indonesia sebagai pasar saja dan ini hanya menguntungkan produsen dan perusahaan lagi-lagi dari China,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan penjualan mobil listrik di Indonesia belum terlalu tinggi.

Berdasarkan catatan Gaikindo, penjualan mobil listrik pada 2021 hanya 670 unit dan kemudian terhenti sama sekali selama pandemi COVID-19. Masih menurut Gaikindo, penjualan melonjak menjadi 10.000 unit pada 2022, dan mencapai 14.000 unit pada 2023.

“Jadi itu gradualnya kelihatan. Tapi untuk menarik kesimpulan masih terlalu dini karena baru dua tahun kita belum tahu perilaku dari konsumen kita. Walaupun itu kemudian mengundang banyak pemain baru untuk masuk ke Indonesia,” ungkap Kukuh.

Pengembangan ekosistem mobil listrik di Indonesia, menurut Kukuh, cukup menantang. Setidaknya, kata Kukuh, ada tiga komponen utama mobil listrik yang harus dikembangkan di tanah air, yakni baterai kendaraan listrik, inverter, dan elektro motor.

“Jadi ekosistemnya (harus terbangun dan berkembang) terutama tiga komponen tadi yakni baterai, inverter, dan elektro motornya. Dari tiga main component itu, masih ada ratusan bahkan puluhan ribu komponen yang perlu ditumbuhkembangkan di Indonesia,” tambahnya.

Selain itu dari, menurutnya, pemerintah harus melakukan berbagai cara untuk membujuk konsumen beralih ke mobil listrik.

“Masalahnya masyarakat juga mempertanyakan realitanya, seperti resale value-nya gimana. Ini bukan hanya Indonesia, seluruh dunia pun isunya resale value untuk mobil listrik seperti apa. Orang Indonesia beli mobil masih dihitung sebagai sebuah investasi. Kalau kemudian giliran mau dijual lagi dalam waktu lima tahun tapi kemudian tidak ada yang mau beli, ya orang mikir lagi. Mau ganti baterai, juga harganya masih mahal. itu tantangan sendiri,” jelasnya.

Dengan harga mobil listrik yang rata-rata masih di atas Rp300 juta, sebenarnya mobil listrik memiliki prospek yang cerah di Indonesia, jelanya. Namun, Kukuh menegaskan, industri dan ekosistemnya harus dibangun sebaik mungkin. [gi/ab]

Sumber: www.voaindonesia.com