News  

Rusia Kirim Lebih Banyak Minyak ke China Melalui Rute Arktik

Amerika Serikat mengamati dengan seksama lonjakan pengiriman minyak mentah Rusia baru-baru ini ke pelabuhan-pelabuhan China melalui Jalur Laut Utara (NSR), yang menjadi tanda peningkatan kerja sama antara Beijing dan Moskow di kawasan Arktik di kala Rusia menghadapi sanksi Barat yang melumpuhkan akibat invasinya ke Ukraina.

“Tidak ada yang mencari-cari konflik di sana. Kami akan mengawasi hal ini semaksimal mungkin,” kata John Kirby, koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional, pada Selasa (3/10), ketika menanggapi pertanyaan VOA dalam konferensi pers di Gedung Putih.

Tahun ini ada sekitar selusin pengiriman minyak Rusia menggunakan kapal Rusia ke China melalui NSR, yang menyusuri pantai Rusia dari Laut Barents hingga Selat Bering. Pada tahun-tahun sebelumnya, tidak ada pengiriman minyak melalui Arktik ke China, kecuali satu pelayaran uji coba pada akhir tahun 2022, menurut data dari Center for High North Logistics, Universitas Nord.

Ketika sanksi ekonomi Barat mengurangi permintaan minyak mentah Rusia dan China bersedia membelinya, Moskow membuka pintu Arktik bagi Beijing, kata Malte Humpert, pendiri Institut Arktik.

“Sumber daya yang sebelumnya mengalir ke Eropa kini dialihkan ke Asia, terutama China,” katanya kepada VOA.

Ini adalah pilihan pragmatis bagi Moskow. Pengiriman melalui NSR 30% lebih cepat dibandingkan rute tradisional melalui Terusan Suez. Selain itu, jalur itu semakin mudah dilalui karena semakin sedikit es yang harus dinavigasi akibat perubahan iklim.

Meningkatnya lalu lintas menimbulkan risiko lingkungan yang lebih besar, terutama ketika Moskow mengumumkan akan mulai menggunakan kapal tanker non-es, alias kapal dengan lambung yang tidak diperkuat untuk menghadapi es, untuk mengirimkan minyak melintasi Arktik.

“Jika terjadi tumpahan di Arktik Timur Rusia, airnya akan bersirkulasi menuju Amerika Serikat,” kata Rebecca Pincus, direktur Institut Polar di Wilson Center, kepada VOA. “Minyak akan mengambang melintasi batas internasional, dan ini merupakan situasi yang sangat mengkhawatirkan.”

Dibandingkan dengan rata-rata tahun 2022, impor minyak China dari Rusia meningkat 23%, menjadi 400.000 barel per hari tahun ini.

Kirby mendesak Beijing untuk mematuhi batasan harga minyak Rusia sebesar $60 per barel, yang diberlakukan sekutu Barat setelah invasi Rusia. Akan tetapi, data perdagangan menunjukkan bahwa minyak mentah Rusia saat ini dijual dengan harga sekitar $80 per barel, sehingga membuat Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengakui pada pekan lalu bahwa efektivitas pembatasan harga mungkin memudar.

Hubungan China-Rusia

Ketika perusahaan-perusahaan energi Barat, termasuk Shell dan British Petroleum, menarik diri dari Rusia karena invasinya ke Ukraina sejak tahun lalu, Moskow semakin bergantung pada Beijing untuk menjadi sumber pembiayaan proyek-proyek energinya, seperti Terminal LNG Yamal dan rencana infrastruktur lain untuk mengembangkan wilayah Arktik.

Bagi China – yang tidak memiliki garis pantai Arktik, tetapi pada 2018 mendeklarasikan diri sebagai kekuatan “dekat-Arktik” – berinvestasi di proyek-proyek Rusia dapat memuluskan jalan untuk mencapai tujuannya memperluas perannya di Arktik, meningkatkan akses ke rute pelayaran dan sumber daya alam, serta memperkuat pengaruh geopolitiknya.

Sejauh ini, ambisi China selalu digagalkan Moskow, yang garis pantainya meliputi 53% garis pantai Samudra Arktik dan bersikap protektif terhadap perannya yang dominan di kawasan kutub. Akan tetapi, karena dihadapkan pada isolasi ekonomi akibat invasi tersebut, Rusia mungkin akan melonggarkan diri.

“Kami sedang mengamati apakah Moskow begitu putus asa sehingga bersedia memenuhi tuntutan dan persyaratan dari China,” kata Pincus.

Sementara itu, Kirby menepis kekhawatiran akan meningkatnya aliansi strategis antara Moskow dan Beijing, karena sebagian besar kerja sama keduanya di Arktik bersifat “ekonomis dan ilmiah.”

Ia menambahkan, pemerintah AS tidak bermaksud mengekang kekuasaan Rusia di wilayahnya sendiri. “Kami ingin melihat kawasan Arktik yang bebas, terbuka dan sejahtera, sehingga semua negara yang berbatasan dengan Arktik dapat memperoleh manfaatnya.”

Delapan negara berbatasan dengan Arktik, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Denmark (melalui Greenland), Islandia, Norwegia, Swedia dan Finlandia. Semua negara itu tergabung dalam Dewan Arktik, sebuah forum kerja sama untuk mengatasi tantangan bersama, seperti perubahan iklim, rute pelayaran dan hak-hak masyarakat adat.

Dewan itu menghentikan aktivitas dengan Moskow tak lama setelah invasinya ke Ukraina. Morten Hoglund, ketua Pejabat Senior Arktik, mengatakan kepada VOA bahwa kelompok tersebut mencapai konsensus pada bulan Agustus bahwa mereka ingin memulai kembali kelompok kerja, yang menjadi langkah pertama dimulainya kembali kerja sama. [rd/rs]

Anita Powell berkontribusi pada laporan ini.

Sumber: www.voaindonesia.com