News  

Sepuluh Tahun Berlalu, Prakarsa ‘Sabuk dan Jalan’ China Kehilangan Daya Tariknya di Eropa

China telah menginvestasikan puluhan miliar dolar di Eropa di bawah prakarsa “Sabuk dan Jalan’ pada peringatan ulang tahunnya yang kesepuluh. Meskipun dana China telah digunakan untuk membangun infrastruktur baru, ada kekhawatiran mengenai pembayaran utang di beberapa negara dan adanya kecenderungan untuk menghalangi Beijing mengakuisisi aset-aset strategis penting.

Pelabuhan Piraeus di Yunani merupakan salah satu akuisisi terbesar China di Eropa di bawah prakarsa “Sabuk dan Jalan” (Belt and Road Initiative/BRI). Para pendukungnya mengatakan dana Beijing telah mengubah lokasi tersebut. Sejak tahun 2009, jumlah kontainer yang ditangani pelabuhan itu meningkat lima kali lipat.

Belasan negara Uni Eropa bergabung dengan BRI. Beijing telah mendanai banyak proyek di Balkan Barat dan Eropa Timur – termasuk jalur kereta api yang menghubungkan China ke Uni Eropa.

Hongaria adalah negara penerima investasi BRI terbesar di dunia pada tahun 2022. China telah mendanai pembangunan jalan raya baru dan membangun jalur kereta api dari Budapest ke ibu kota Serbia, Beograd.

Tidak semua proyek berhasil. Montenegro mengambil pinjaman sebesar satu miliar dolar dari China pada tahun 2014 untuk membangun jalan raya baru, yang masih belum selesai. Utang tersebut yang jumlahnya lebih dari sepertiga anggaran tahunan Montenegro, terancam akan membuat negara itu bangkrut.

Ada sejumlah kekecewaan terhadap BRI di Eropa, kata Volker Stanzel, dari Lembaga Urusan Internasional dan Keamanan Jerman dan mantan duta besar Jerman untuk China. “Menjadi hal yang sangat sulit untuk dipahami mengenai apa sebenarnya tujuan bagi banyak negara mitra. Prakarsa ini menjadi sangat mahal bagi China sendiri,” komentarnya.

Pada tahun 2019, Italia menjadi satu-satunya anggota kelompok negara kaya G7 yang bergabung dengan BRI. Namun pemerintah italia kini mengatakan bahwa manfaat yang diharapkan tidak terwujud dan akan mundur pada akhir tahun ini.

Negara-negara Barat sedang berusaha mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan China – sehingga BRI telah kehilangan banyak daya tariknya, kata analis Luigi Scazzieri dari Pusat Reformasi Eropa. “Meningkatnya beban diplomasi karena dianggap dekat dengan China, dan pada saat yang sama fakta bahwa manfaatnya, sejauh itu ada semakin kecil, mengingat meluasnya kecenderungan mengurangi risiko antara Barat dan China,” jelasnya.

Anggaran BRI yang dikeluarkan oleh China di Eropa telah mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Filippo Boni, dari Open University mengatakan, “Apa yang kita saksikan adalah sebuah kalibrasi ulang, orientasi ulang prakarsa BRI ke wilayah lain dan kembali lagi mungkin ke tetangga terdekat China.”

Saat BRI menandai 10 tahun pelaksanaannya, dan Beijing merayakan pencapaian prakarsa global tersebut, perdebatan terus berlanjut mengenai apakah negara-negara yang bergabung dengan prakarsa tersebut mendapat manfaat dari investasi China atau merasakan beban ekonomi dan politik karena berhutang budi pada China. [my/lt]

Sumber: www.voaindonesia.com