News  

Unjuk Rasa di Irak dan Lebanon, Protes Devaluasi Mata Uang

Ratusan orang berunjuk rasa, Rabu (25/1), di dekat Bank Sentral di ibu kota Irak, Baghdad, memprotes devaluasi dinar Irak baru-baru ini dan menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk menstabilkan mata uang.

Para pengunjuk rasa, terutama kaum muda, berunjuk rasa di tengah kehadiran pasukan keamanan yang ketat, dengan banyak yang membawa bendera Irak dan spanduk-spanduk berisi slogan. Salah satu slogan berbunyi: “Politisi adalah orang-orang yang menutupi korupsi keuangan untuk bank.”

Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani pada hari Senin (25/1) menerima pengunduran diri gubernur Bank Sentral negara itu, Mustafa Ghaleb Mukheef, menyusul kejatuhan nilai tukar dinar Irak selama seminggu. Mukheef yang menjabat sejak 2020 digantikan oleh Muhsen al-Allaq sebagai penjabat gubernur.

Seorang pria menghitung dinar Irak pada mesin hitung uang di tempat penukaran mata uang di Baghdad, Irak, 23 Januari 2023. (REUTERS/Ahmed Saad)

Dinar mencapai posisi terendah baru Jumat lalu, yakni sekitar 1.670 terhadap dolar. Mata uang itu telah kehilangan hampir tujuh persen dari nilainya sejak pertengahan November.

Nilai tukar resmi saat ini adalah 1.470 dinar untuk 1 dolar AS. Pada hari Rabu, nilai tukar jalanan sekitar 1.610 terhadap dolar.

Beberapa politisi di Irak menyalahkan penurunan tersebut pada langkah-langkah yang baru-baru ini diambil oleh Departemen Keuangan AS.

AS memiliki kendali signifikan atas pasokan dolar ke Irak karena cadangan devisa Irak disimpan di Federal Reserve (Bank Sentral AS). Akhir tahun lalu, Federal Reserve mulai memberlakukan tindakan yang lebih ketat pada transaksi, yang telah memperlambat aliran dolar ke Irak, termasuk dengan memasukkan sejumlah bank dari pasar dolar ke daftar hitam atas dugaan pencucian uang.

Seorang pengunjuk rasa memukul spanduk bergambar Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh dengan sepatunya, saat berlangsungnya aksi protes di depan gedung Bank Sentral di Beirut, Lebanon, Rabu, 25 Januari 2023. (AP/Hassan Ammar)

Seorang pengunjuk rasa memukul spanduk bergambar Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh dengan sepatunya, saat berlangsungnya aksi protes di depan gedung Bank Sentral di Beirut, Lebanon, Rabu, 25 Januari 2023. (AP/Hassan Ammar)

Di ibu kota Lebanon, Beirut, puluhan orang menggelar protes di depan Bank Sentral, mencela penurunan pound Lebanon, yang terjadi sejak 2019. Nilai pound mencapai level terendah baru Kamis lalu, yakni diperdagangkan pada 50.000 per dolar. Parlemen yang terpecah belah di sana gagal memilih presiden untuk kesebelas kalinya.

Hingga 2019, mata uang Lebanon ditetapkan terhadap dolar pada tingkat 1.500 pound terhadap dolar. Ini tetap kurs resmi, tetapi dalam praktiknya, hampir semua transaksi dilakukan dengan kurs pasar gelap.

Sementara itu, lima negara Eropa sedang menyelidiki gubernur bank sentral Libanon, Riad Salameh yang saat ini masih menjabat atas tuduhan pencucian uang publik di Eropa. Swiss pertama kali membuka penyelidikan itu dua tahun lalu, diikuti oleh Prancis, Jerman, Luksemburg, dan Liechtenstein. [ab/uh]

Sumber: www.voaindonesia.com