News  

Nilai Mata Uang Mesir Anjlok Sejak Maret

Mata uang Pound Mesir, Rabu (11/1) diperdagangkan separuh dari nilainya sejak Maret setelah bank sentral melakukan intervensi untuk ketiga kalinya sebagai bagian dari perjanjian pinjaman Dana Moneter Internasional.

Devaluasi itu, yang mencerminkan penurunan sekitar 50 persen terhadap dolar selama periode 10 bulan, terjadi karena harga makanan impor dan barang-barang lainnya melonjak di negara berpenduduk 104 juta itu.

Pound Mesir anjlok ke 31,95 pound terhadap dolar di bank-bank pemerintah pada Rabu sebelum pulih sedikit pada sore hari menjadi 29,8 pound terhadap dolar.

Para ahli mengatakan devaluasi itu bisa berlanjut, dengan perdagangan pound sekitar 35 terhadap dolar di pasar paralel.

Perekonomian Mesir terpukul keras setelah invasi Rusia ke Ukraina Februari lalu, meresahkan investor global dan membuat mereka menarik miliaran dolar dari negara di Afrika Utara itu.

Perang itu menyebabkan harga gandum melonjak yang sangat berdampak pada Mesir, salah satu importir biji-bijian terbesar di dunia, dan menambah tekanan pada cadangan mata uang asingnya.

Dengan biaya yang terus meningkat akibat melonjaknya harga energi global, inflasi resmi mencapai 21,9 persen pada bulan Desember, dan harga pangan naik 37,9 persen, sehingga makin menambah beban konsumen.

IMF akhir tahun lalu menyetujui program pinjaman $3 miliar untuk Mesir, dengan syarat melakukan “pergeseran permanen ke rezim nilai tukar yang fleksibel” dan “kebijakan moneter untuk mengurangi inflasi secara bertahap”.

Mesir juga perlu melakukan “reformasi struktural secara luas untuk mengurangi keterlibatan negara”, kata IMF pada saat itu, dengan ekonomi didominasi oleh negara yang kuat dan perusahaan-perusahaan yang dipimpin militer.

Program pinjaman IMF, senilai $3 miliar selama 46 bulan, ibarat setetes air untuk Kairo yang pembayaran utangnya pada tahun 2022-2023 saja berjumlah $42 miliar.

Mesir hanya memiliki $34 miliar cadangan mata uang asing dibandingkan dengan $41 miliar pada Februari lalu, sementara utang luar negerinya meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam dekade terakhir menjadi $157 miliar.

Banyak bank membatasi penarikan mata uang asing dan menaikkan biaya kartu kredit.

Perdana Menteri Mostafa Madbouli pada hari Senin (9/1) mengatakan kepada para menteri untuk memotong anggaran dan mengumumkan moratorium “pada proyek-proyek baru yang jelas memiliki komponen dolar “.

Mesir bergantung pada dana talangan dalam beberapa tahun terakhir, baik dari IMF maupun dari sekutunya di kawasan Teluk.

Menurut lembaga pemeringkat Moody’s, Mesir, negara terpadat di dunia Arab, adalah salah satu dari lima ekonomi yang paling berisiko gagal membayar utang luar negerinya. [my/lt]

Sumber: www.voaindonesia.com